RSS

Saturday, 12 December 2009

Kisah petualangan bocah 10.000 Dollar


Enam hari seorang pelajar SD ini menghilang dengan membawa uang milik orangtuanya sebesar USD 10 ribu atau sekitar Rp 92 juta. Apa saja yang dilakukan sang bocah selama itu?

Dua minggu belakangan ini, nama Ahmad Legal Cifiandi (9), atau yang biasa disapa Fian, menghiasi pemberitaan di berbagai media massa. Kisahnya berawal ketika Kamis (27/3) malam, putra kedua dari tiga bersaudara anak pasangan Ahmad Budiarto dan Vivi Novita itu memutuskan untuk meninggalkan rumah secara diam-diam.

Yang kemudian membuat Budiarto dan Vivi semakin was-was adalah Fian pergi dengan membawa uang sejumlah USD 10 ribu. Menurut Budianto, Fian kabur setelah dimarahi sang bunda. “Karena enggak mau mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah. Red.), Fian dihukum tidur di ruang tamu,” tuturnya.

Tak juga mendapat informasi jelas mengenai keberadaan anaknya, keduanya pun melaporkan hal ini ke Polsek Limo, Depok. Dari hasil penelusuran diketahui bahwa tujuan Fian pertama kali ketika kabur dari rumah pada Kamis (27/3) malam itu adalah Cilandak Town Square (Citos) di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.

Ketika itu, Budiarto juga mendapatkan informasi bahwa di mal tersebut putranya ditemui petugas satpam bernama Asep Eka. Bahkan ketika pusat perbelanjaan dan hiburan itu tutup, Fian sempat dibawa ke rumah Asep. Asep tak curiga pada Fian karena percaya dengan kata-kata Fian. “Fian mengaku papa dan mamanya tinggal di Amerika Serikat. Makanya dia (Asep. Red.) percaya,” ujar Budiarto.

Semalam menginap, Jumat (28/3) pagi Fian ditemani Asep pergi ke sebuah tempat penukaran uang di kawasan Melawai untuk menukarkan uang dolar yang dibawanya. Lalu Asep mengantarkan Fian ke sekolahnya di SD Dwi Matra, yang kebetulan berada tak jauh dari tempat kerjanya di Citos. Tanpa sepengetahuan Asep, tak lama kemudian Fian malah kabur dengan taksi ke sebuah mal di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Tak ada yang mengetahui apa yang dilakukan Fian di mal tersebut. Sampai kemudian, Jumat (28/3) sekitar pukul 20.00 WIB, Fian bertemu dengan seorang pengemudi bajaj bernama Suhono (27).

SEWA BAJAJ RP 2 JUTA
Melihat anak kecil yang kebingungan dan membawa banyak tas, Suhono menghampiri Fian. “Saya tanya dia mau kemana. Dia enggak jawab apa-apa, tapi dia terus naik ke bajaj saya,” ungkap ayah dua orang putri ini. Tak tahu mau diarahkan kemana, pria yang kerap dipanggil Hono ini kembali bertanya kepada Fian. “Dia enggak bilang apa-apa. Dia terus bilang kalau dia bawa uang banyak. Dia lalu menunjukkannya kepada saya dan minta diantarkan ke hotel.”

Melihat itu, Hono mengaku kaget dan merasa tidak percaya mengapa anak sekecil Fian bisa membawa uang sebanyak itu. “Jam 21.00 WIB, dia lalu minta diantar ke Blok M Plaza. Saya disuruh menunggu di depan. Jam 22.00 dia keluar membawa banyak barang elektronik seperti playstation. Dia juga beli banyak makanan, sempet dia bagi-bagi makanan ke anak-anak jalanan di sekitar situ.”

Karena Fian tak juga menyebutkan arah tujuannya, bajaj diarahkan Hono keliling Jakarta hingga pukul 24.00 WIB. “Saya semakin kasihan melihat dia sampai tertidur di dalam bajaj. Akhirnya saya ajak dia ke rumah saya untuk istirahat,” kata pria asal Tegal, Jawa Tengah itu.

Ketika sampai di rumah Hono di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan. Hono tak tahu harus berbuat apa, dirinya pun mengaku kesulitan untuk mengetahui rumah kediaman Fian. Sebab, Fian tak punya kartu keterangan apapun soal tempat tinggalnya dan siapa orang tuanya. Fian juga selalu mengelak kalau ditanya. “Dia cuma bilang kalau orang tuanya lagi di luar negeri dan dia sedang liburan di Jakarta. Uang yang banyak itu dikasih sama neneknya ditambah uang tabungannya.”

Disela-sela “introgasi”, Fian menyerahkan uang sejumlah Rp 2 juta kepada Hono dan istrinya Gundari (25). “Dia bilang ikhlas, uang itu untuk sewa bajaj dan uang sekolah buat anak saya. Di rumah saya dia juga enggak terlihat aneh. Dia ngobrol, tertawa dan bercanda sama saya, istri saya dan anak-anak saya.”

SELALU MINTA DITEMANI
Kasihan dengan nasib Fian, Sabtu (29/3) pagi Hono mengantar Fian ke Hotel Tulip di kawasan Jakarta Selatan. Hono memesan kamar hotel dengan KTPnya dan mendapat kamar nomor 102 yang sewa perharinya Rp 250 ribu. Karena Fian selalu ingin ditemani, setiap malam Hono datang menemani Fian di kamarnya. “Dia selalu di kamar, makan juga dari hotel. Setiap hari main PS terus. Pernah suatu malam dia nangis karena saya datangnya telat. Saya katakan sama dia, ‘Emangnya saya bapak lo! Ditangisin segala,” tutur Hono sambil tertawa.

Empat hari di sana, Hono bertugas mengantar Fian kemana pun Fian hendak pergi. “Dia selalu minta diantar ke mal untuk belanja. Belanjanya macam-macam, kebanyakan maenan. Maenan-nya sih kecil, tapi harganya mahal. Banyak sampai bajaj saya penuh. Saya juga enggak tahu apa jenisnya. Pernah sehari dia jajan sampai Rp 1 juta lebih.”

Hari keempat, Hono dihampiri seorang satpam hotel. Satpam tersebut kebetulan melihat pemberitaan mengenai Fian di televisi. “Senin (31/4) malam, saya lalu dikasih tahu Satpam bahwa Fian kabur dari rumah.” Setelah mendapat informasi, Selasa (1/4) pagi, menggunakan taksi Hono ditemani Manajer hotel dan seorang satpam mengantar Fian ke rumahnya di Perumahan Griya Cinere Jalan Semboja No.110, Limo, Depok.

Meski mengaku lega Fian akhirnya kembali ke pelukan orang tuanya, Hono mempunyai sedikit ganjalan dihatinya. “Saya disangka ngambil uangnya atau dapat imbalan uang dari ayahnya Fian. Padahal enggak, uang yang dikasih ke saya Rp 2 juta itu saja habis buat hotel, ongkos taksi dan bayar setoran bajaj saya karena saya enggak narik selama menemani Fian. Uang Rp 5 juta yang ketinggalan di rumah saya pun sudah dikembalikan. ”

Gundari pun mengaku bangga dengan kejujuran Hono. “Untung saja Fian bertemu dengan orang seperti suami saya. Biar bodoh yang penting jujur,” ucap wanita berkulit putih ini sambil tersenyum.

Sementara, setelah kejadian ini keluarga besar Fian sudah tak mau lagi memberikan komentar apapun kepada wartawan. “Kami sudah tutup buku, tak ada lagi yang perlu dikomentari,” ungkap Budiarto yang berprofesi sebagai notaris.

Melalui telepon genggamnya, Kamis (3/4) siang, Budiarto mengatakan bahwa saat ini kondisi Fian sudah seperti sedia kala. “Tak terlihat perbedaan, nafsu makannya sekarang malah bertambah,” ungkapnya. Meski begitu, Budiarto berencana membawa Fian ke psikiater. Kedepannya, “Fian masih bed rest, mungkin Senin (7/4) depan dia baru masuk sekolah lagi.”

BUKAN BERARTI NAKAL
Menanggapi kasus Fian, psikolog anak Seto Mulyadi (56) atau Kak Seto mengatakan bahwa kejadian ini menunjukkan fenomena orang tua yang kurang menghargai hak anak. “Di sekolah tuntutan pelajaran sangat padat, anak sudah stres. Di rumah, kedua orang tua sibuk. Mereka mau anak mendapat ranking, penurut.”

Akibatnya anak terus dituntut yang kemudian mendatangkan perlawanan. Kadang-kadang hal ini membuat anak tersebut dicap sebagai anak nakal, lalu diberi hukuman. Padahal bukan berarti anak itu nakal. Maka, sambungnya, orang tua harus instropeksi. Apakah mereka sudah cukup waktu untuk memberi perhatian, berdialog, berdiskusi, dan mengatur berbagai aturan keluarga.

Soal memberi hukuman, “Bukannya tak boleh memberi hukuman, tetapi harus yang berdampak positif terhadap sang anak. Juga sekaligus problem solving, bukan menimbulkan masalah baru lagi. Anak yang dihormati akan menghormati orangtua.” Kedepannya, Kak Seto berharap keluarga Fian dapat menunjukkan sesuatu yang positif dari apa yang dilakukan Fian.

“Lupakan apa yang sudah terjadi, jangan diungkit-ungkit. Kembali bangun kepercayaan dirinya. Kalau dia memang malu untuk kembali sekolah, tak apa-apa. Tapi bukan berarti harus berhenti belajar, bisa saja melakukan home schooling dulu.”
Namun yang disesali Kak Seto, “Kenapa kasus ini diekspos, lapor polisi dan bilang bahwa anak ini membawa uang dengan jumlah besar. Seharusnya bilang saja hilang, jangan dibilang membawa uang. Akibat ekspos itu, ada kemungkinan harga diri si anak berkurang. Hal ini pun termasuk sebagai kekerasan terhadap anak. Identitas negatif bahwa dia membawa lari uang orangtuanya itu akan melekat pada dirinya.”

0 comments: